Spongebob SpongeBob SquarePants

Minggu, 22 Desember 2013

Farmakologi dalam Farmasi

ANALGETIKA


Analgetik atau obat pengahalang nyeri adalah Zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Nyeri adalah perasaan tidak menyenangkan yang dirasakan oleh penderita, sehingga keluhan tersebut merupakan tanda dan gejala yang tidak terlalu sulit dikenali secara klinis namun penyebabnya bervariasi.
Berdasarkan lokasi asalnya, nyeri dapat dikatagorikan menjadi beberapa kelas yaitu:
1.     Nyeri somatik adalah nyeri yang berlokasi di sekitar otot atau kulit, umumnya berada di permukaan tubuh.
2.     Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi di dalam rongga dada atau rongga perut. 
3.     Nyeri neuropatik terjadi pada saluran saraf sensorik
Obat analgetik tanpa resep umumnya sangat efektif untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang untuk jenis nyeri somatik pada kulit, otot, lutut, rematik, dan pada jaringan lunak lainnya, serta pada nyeri haid dan sakit kepala. Tetapi obat ini tidak begitu efektif untuk nyeri viseral.
Obat analgetika tanpa resep biasanya digunakan untuk nyeri akut dan sering juga digunakan untuk terapi tambahan pada penyakit-penyakit kronik yang diikuti rasa nyeri. Namun belum terbukti bahwa obat ini bisa menyembuhkan nyeri neuropatik.
Ada tiga kelas analgetik tanpa resep yang saat ini tersedia di pasaran, yaitu:
Ø       golongan parasetamol
Ø       golongan salisilat meliputi aspirin/asetilsalisilat, atrium salisilat, magnesium
 salisilat, cholin salisilat
Ø       golongan turunan asam propionat seperti ibuprofen, naproxen, dan
 ketoprofen.
Karena memiliki sifat farmakologis yang mirip, golongan salisilat dan turunan asam propionat digolongkan sebagai obat anti inflamasi non-steroid (AINS). Obat-obat ini tersedia dalam berbagai merek, termasuk sebagai obat generik, dan sering dikombinasikan dengan obat atau bahan tambahan seperti kafein. Obat-obat ini juga banyak dijumpai dalam komposisi obat-obat batuk, pilek dan flu.
Obat-obat AINS memiliki sifat analgetika (penghilang nyeri), antipiretika (turun panas), dan antiinflamasi (anti bengkak/radang). Dengan dosis yang berbeda, dapat diperoleh efek yang berbeda. Dosis untuk efek analgetika biasanya lebih rendah dibanding untuk antiinflamasi.

Analgetik non-opiod (perifer)
Semua analgetik non-opiod (kecuali asetaminofen) merupakan obat anti peradangan non-steroid (NSAID, nonsteroidal anti-inflammatory drug).
Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:
1.     Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri.
2.     Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri
Obat analgetik non-opiod digunakan untuk :
n      Meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran juga tidak menimbulkan ketagihan
n      Diberikan untuk nyeri ringan sampai sedang : nyeri kepala, gigi, otot atau sendi, perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan
Berdasarkan derivatnya, analgetik non-opiod dibedakan atas 8 kelompok yaitu :
n      Derivat paraaminofenol : Parasetamol
n      Derivat Asam Salisilat : asetosal, salisilamid dan benorilat
n      Derivat asam propionat : ibuprofen, ketoprofen
n      Derivat Asam fenamat : asam mefenamat
n      Derivat asam fenilasetat : diklofenak
n      Derivat asam asetat indol : indometasin
n      Derivat pirazolon : fenilbutazon
n      Derivat oksikam : piroksikam

SEFALOSFORIN

Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba.

Penggolongan Sefalosporin
Berdasarkan khasiat antimikroba dan resistensinya terhadap betalakmase, sefalosporin lazimnya digolongkan sebagai berikut :
a.      Generasi ke I
Yang termasuk dalam golongan ini adalah Sefalotin dan sefazolin, sefradin, sefaleksin dan sefadroxil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram positif, tidak berdaya terhadap gonococci, H. Influenza, Bacteroides dan Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.
b.     Generasi ke II
Terdiri dari sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih aktif terhadap kuman Gram-negatif, termasuk H.influenza, Proteus, Klensiella, gonococci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin. Obat-obat ini agak kuat tahan-laktamase. Khasiatnya terhadap kuman Gram-positif (Staph dan Strep) lebih kurang sama
c.      Generasi ke III
Sefoperazon,sefotaksim, seftizoksim, seftriaxon, sefotiam, sefiksim, sefpodoksim, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif lebih kuat dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides, khususnya seftazidim. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi khasiatnya terhadap stafilokok jauh lebih rendah.
d.     Generasi ke IV
Sefepim dan sefpirom. Obat-obat baru ini (1993) sangat resisten terhadap laktamase, sefepim juga aktif sekali terhadap Pseudomonas.
Penggunaannya
Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral dan terutama digunakan di rumah sakit.
1.      Generasi I
Digunakan per oral pada infeksi saluran kemih ringan dan sebagai obat pilihan kedua pada infeksi
saluran napas dan kulit yang tidak begitu parah dan bila terdapat alergi untuk penisilin.
2.      Generasi II atau III
Digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap amoksisilin dan sefalosporin generasi I, juga terkombinasi dengan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktivitasnya. Begitu pula profilaksis pada antara lain bedah jantung, usus dan ginekologi. Sefoksitin dan sefuroksim (generasi ke II) digunakan pada gonore (kencing nanah) akibat gonokok yang membentuk laktamase.
3.      Generasi III
Seftriaxon dan sefotaksim kini sering dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk gonore, terutama bila telah timbul resistensi terhadap senyawa fluorkuinon (siprofloksasin). Sefoksitin digunakan pada infeksi bacteroides fragilis.
4.      Generasi IV
Dapat digunakan bila dibutuhkan efektivitas lebih besar pada infeksi dengan kuman Gram-positif.
 
Efek samping
Obat oral dapat menimbulkan terutama gangguan lambung-usus (diare, nausea, dan sebagainya), jarang terjadi reaksi alergi (rash, urticaria). Alergi silang dengan derivat penislin dapat terjadi. Nefrotoksisitas terutama terdapat pada beberapa senyawa generasi ke 1, khususnya sefaloridin dan sefalotin (dosis tinggi). Senyawa dari generasi berikutnya jauh kurang toksis bagi ginjal daripada aminoglikosida dan polimiksin. Beberapa obat memperlihatkan reaksi disulfiram bila digunakan bersama alkohol, yakni sefamandol dan sefoperazon. ( http://farmakologi-farmasi.blogspot.com/ )

8 komentar: